Senin, 26 Mei 2014

Sakralistik

Selamat malam bagi para pecinta dunia dan pengejar tahta akhirat di manapun kalian berada. Sebelum gue memulai tulisan ini, mungkin sebaiknya kita berdoa dahulu, dan siapkanlah diri kalian ditemani oleh arwah-arwah yang juga ingin membaca tulisan ini, tepat di samping dirimu. Tulisan ini mungkin terlalu sakral ataupun tidak masuk akal, karena gue juga sebagai yang mengalami kejadian ini masih belum percaya bahwa ini semua adalah nyata.

Kisah ini berawal pada saat gue masih duduk di bangku sekolah menengah atas kelas sebelas. Sekolah gue mengadakan lomba drama yang diperankan oleh murid kelas sebelas, saat itu masih dalam tahap persiapan mencari naskah yang akan diperankan oleh kelas gue. Maka semuanya ditugaskan untuk mencari naskah yang bagus dan tepat untuk kami perankan. Karena pada saat itu gue belum punya Laptop, maka demi tugas gue putuskan untuk pergi ke warnet.

Dulu gue sering ke warnet hanya untuk bermain game, browsing, ataupun mengerjakan tugas sekolah. Jarak dari rumah ke warnet lumayan jauh, gue biasanya pergi berjalan kaki setelah maghrib atau setelah isya, karena rumah gue di perumahan, dan warnetnya di luar batas perumahan maka jalan dari rumah gue ke warnet harus melewati banyak medan, dimulai dari melewati sungai, perkebunan, dan gang sempit yang di sampingnya ada kuburan.

Entah kenapa pada saat itu gue mau pergi ada perasaan yang gak biasa, sedikit mual dan pusing, ah mungkin masuk angin biasa, soalnya cuacanya begitu agak dingin dan banyak angin kencang, asalnya gue sempat ingin membatalkan mencari naskah di warnet, tapi karena ini tugas dan kalau gak ngumpulin takut kena hukuman maka gue jadi pergi ke warnet pada malam itu. Baru saja membuka gerbang rumah, angin berhembus sangat kencang, tihang antena di dekat gerbang rumahpun bergoyang seakan mau tumbang, gue rasa mau hujan.

Seperti biasa gue jalan selepas isha tepatnya pukul tujuh lebih lima belas menit, gue jalan sampai jembatan sungai yang menghubungkan perumahan gue dan rumah biasa atau perkampungan, biasanya rumah di depan sungai ini suka ada bapak-bapak mengobrol, tapi saat ini rumah itu begitu sepi, jalanan pun terlihat sepi, sepertinya hanya ada gue yang jalan sendirian. Tumben gak biasanya gue kayak gini, akhirnya gue mempercepat langkah menuju warnet, tanpa menghiraukan jalanan, karena sepertinya memang mau hujan gue ngerasa ada tetes air hujan mulai turun, sesampainya di warnet gue langsung mencari naskah drama buat kelas gue, kurang lebih satu jam gue mencari tugas dan browsing internet hehehe.

Selepas mematikan komputer dan membayar biaya warnetnya pas gue keluar dari warnet itu ternyata sudah gerimis kecil, gue bingung mau pulang tapi gue bawa print-an naskah takut kehujanan, akhirnya gue tunggu sebentar sampai gerimis tak lagi turun dari langit. Sekitar sepuluh menit menunggu sepertinya sudah gak gerimis lagi, lalu gue putuskan untuk pulang ke rumah dengan jalan yang sama. Jalanan sudah basah meninggalkan jejak-jejak tetes air hujan yang jatuh ke Bumi. Angin yang berhembus tidak sekencang sebelum-sebelumnya, namun udaranya cukup dingin dan membuat merinding, di perjalanan gue baru inget kalau malam ini adalah malam Jumat. Mengetahui hal itu gue makin cemas karena dari awal juga perasaan udah gak enak, ditambah malam Jumat terkenal dengan kemistisannya.

Kejadiannya saat gue melewati gang sempit yang di sampingnya ada kuburan itu, entah kenapa yang tadinya langkah gue cepat mendadak melambat dan tiba-tiba gue mencium wangi bedak bayi, telon penghangat tubuh bayi, pokoknya wewangian yang khas dengan bayi pada saat itu juga gue menciumnya, aneh padahal gang itu sepi gak ada rumah satupun, lagipula siapa yang bawa bayi malem-malem gini, toh gue kan cuma jalan sendirian, setelah mencium wewangian bayi, tiba-tiba leher gue seperti ada yang meniup awalnya dingin tapi lama kelamaan menjadi hangat, gue makin merinding, lalu entah siapa dan darimana ada suara yang memanggil-manggil nama gue, dengan spontan gue langsung lari tapi rasanya ke ujung gang itu gak nyampe-nyampe dan entah kenapa dengan spontan juga kepala gue menoleh ke belakang, dan apa yang gue lihat pada saat itu adalah sesosok kuntilanak sedang membawa bayi dengan rambut menjuntai sampai pinggang.

Kuntilanak membawa bayi, itulah yang gue lihat pada malam Jumat saat itu, gue gak bisa ngomong apa-apa tapi mulut gue bergetar, gue mau lari tapi gak bisa, lalu kuntilanak itu menjulurkan tangannya, entah apa yang terjadi lagi mata gue tertutup untuk beberapa saat, lalu terbuka lagi dan kuntilanak itu menghilang entah kemana. Langsung saja tanpa pikir panjang gue langsung teriak sambil berlari terbirit-birit agar cepat sampai di rumah.

Akhirnya gue sampe di rumah dengan selamat, gue mencoba mengingat-ngingat apa yang telah gue alami tadi nyata atau cuma khayalan gue takut kalau kuntilanak itu ngejahatin gue dan nakut-nakutin gue hehehe. Semalam itu gue berharap bahwa apa yang baru saja terjadi itu cuma mimpi, akhirnya gue membereskan buku pelajaran buat besok, dan langsung pergi ke tempat tidur.

Besok harinya di sekolah, gue dan temen-temen gue lagi diskusi tentang naskah yang mau dimainkan nanti di lomba drama sekolah. Setelah diskusi selesai, gue mencoba berbagi cerita tentang yang semalam gue alami, dan mereka mentertawakan gue, iyasih memang gak bakal ada yang percaya, tapi apa yang gue lihat semalam itu nyata, namun terkadang gue juga suka menganggap itu hal konyol yang terjadi dalam hidup gue.

Setelah pulang sekolah, gue merasakan keadaan seperti semalam lagi, yaitu ada yang meniup leher dan memanggil nama gue, padahal itu sore dan keadaan sekitar masih rame, langsung gue melihat di sekitar dan gue menemukannya lagi. Sosok itu hadir di pojok kelas, berdiri menatap gue, kali ini tidak seperti kuntilanak, namun seperti pesinden, menggunakan kebaya atasan putih dan rok bercorak batik dengan rambut disanggul. Gue dengan langkah perlahan mencoba mendekatinya, gue duduk di kursi paling pojok belakang yang di sebelahnya ada sesosok misterius, lalu sosok itu tersenyum ke gue dan menjulurkan tangannya sama seperti apa yang dia lakukan semalam, lalu dengan lembut dia berkata: “Sebut saja nama saya Nyi Melati Lengsir Wengi.” Lalu beliaupun menghilang begitu saja.

Nyi Melati Lengsir Wengi. Begitulah namanya, ternyata kejadian pada saat malam menyeramkan itu adalah nyata, dan Nyi Melati Lengsir Wengi ini sering gue lihat keberadaanya di manapun gue berada, hanya untuk menemaniku saja dan membantuku untuk hal-hal yang tidak memungkinkan, gue juga terkadang suka berbincang-bincang dengannya, walau tidak ada yang bisa melihatnya tapi ini nyata bahwa dia itu ada di antara kita.

2 komentar:

Nurizka Tresna mengatakan...

ini beneran???????????? :0

Aldi Wigiana mengatakan...

Hehehe tergantung kamunya percaya atau enggak :)

Posting Komentar